Pages

Binalnya Mama Winda, Ibu Tiriku yang Hot (2) TAMAT

CERITA DEWASA


Binalnya Mama Winda, Ibu Tiriku yang Hot (2) TAMAT
Sejenak kemudian Mama Winda sudah melucuti gaun tidurnya dan mempersilahkanku untuk membuka bra ungunya yang tampak tak sanggup menahan besar buah dadanya.

“Hmmm... slrupp... “, dengan penuh nafsu aku segera menciumi buah dada besar itu dan mengulum putingnya yang juga besar. Warna putingnya sudah gelap menghiasi buah dadanya yang masih lumayan kencang. ‘Pantas Bapak ketagihan’ pikirku sambil terus menikmati buah dada impianku itu.

“Kemal....”, panggil Mama Winda mesra,”Mana kontolmu?... ayo kasih lihat ibu tirimu ini, hi3x...”.
Aku segera menurut dan menanggalkan celana panjang dan sekaligus celana dalamku, memperlihatkan batang penisku yang dari tadi sudah mengeras dan mengacung ke atas.

“woww... lebih besar punya kamu Mal... daripada punya Bapakmu”, puji Mama Winda seraya menggenggam penisku. Sejenak kemudian ibu tiriku sudah mengemut penisku penuh nafsu.

“Weleh.... udah kedut-kedut kontolnya... minta memek ya?”candanya,” Sini... masuk memek Mama...”

Mama Winda mengangkang, membuka pahanya lebar-lebar di sofa tengah, membuka jalan penisku memasuki liang surgawinya yang sudah becek. Setelah penisku melakukan penetrasi, kedua kakinya dirapatkan dan diangkat sehingga liang vaginanya terasa sempit, membuat penisku semakin ‘betah’ keluar masuk.

Seperti promosinya di awal, Mama Winda mengerahkan kemampuannya melakukan kontraksi dinding vagina (kegel) sehingga penisku terasa terjepit dan terhisap, namun seperti sudah kuduga, aku bukan tipe yang mudah dikalahkan. Aku bahkan balik menyerang dengan mengusap dan memijit klitorisnya sambil terus memompa vaginanya.

“Okh... kamu sudah ahli ya Kemal?.... kamu sering ngentot ya...?”, Mama Winda mulai mengelinjang-gelinjang lagi, menikmati permainan penis dan pijatan pada klitorisnya. Semakin lama aku rasakan dinding-dinding vaginanya semakin mengeras pertanda dia sudah dengan dekat orgasme keduanya. Aku semakin mempercepat kocokan penisku pada vaginanya, berupaya meraih orgasme bersamaan.

“Mbak... saya semprot di dalam ya?..” tanyaku basa-basi.

“Semprot Kemal...okh... semprot aja yang banyak...okh....” Mama Winda terus mendesah-desah, wajahnya semakin mesum. Akhirnya dia kembali berteriak.

“Okhhh..... ayo.... okh.... semprot Kemal... semprot memek Mama....”, jeritan jorok, wajah mesumnya dan sedotan vaginanya membuatku juga tidak tahan lagi.

“Yesss.....yess....”, akupun menjerit kecil menikmati orgasmeku dengan semprotan mani yang menurutku cukup banyak ke dalam rahim Mama Winda, ibu tiriku.
Orgasme yang spektakuler itu berlangsung hampir menit dan disudahi lagi dengan pelukan dan ciuman mesra.

“Terima kasih Kemal...,” katanya mesra,”Enak banget, hi3x....”

“Sama-sama Mbak, nanti saya kasih obat anti hamil...”, jawabku sambil melihat lelehan maniku di vaginanya.

“Hi3x... enggak apa lagi... tapi peju kami memang banyak banget nihhh...hi3x...” Mama Winda terkekeh girang melihat lelehan mani putihku di vaginanya.

“Kapan-kapan pakai kondom ya.... mahasiswa kedokteran kok enggak siap kondom, hi3x....” candanya.

“Yaa... saya kan alim Mbak... he3x...”

“Ha3x.... bohong banget, kamu jago gitu... pasti udah sering ngentot ya?...”, tanyanya penuh keingintahuan.

“Pernah sih sekali dua kali... waktu main di Jakarta...” kataku jujur sambil mengingat PSK di panti pijat yang pernah kudatangi di Jakarta.

“Jakarta?... heeee.... jangan2x... kamu.... main sama Lela sialan itu, iya???” sorot matanya berubah, agak emosi,”pantes kamu cerita buah dada Lela besar, klitorisnya juga besar... jangan2x kamu sudah main sama Lela juga ya?....”

“Enggak Mbak.... bukan sama Mama Lela... sumpah!” seruku berkilah.

“Awas kamu kalau main sama Lela...” serunya dengan nada cemburu. Wajahnya yang mesum tampak manja.

“Saya janji tidak akan main sama Mama Lela kalau Mbak rutin kasih jatah saya...he3x....”, pintaku manja.

Mama Winda memeluk dan menciumku mesra,”Baik... kalau Bapak enggak ada, aku SMS aku ya....”

“Siip... saya bawa kondom deh...he3x....” kataku girang.

Kami bermesraan sampai akhirnya “on” kembali dan melanjutkan satu ronde pertempuran sebelum pergi tidur. Itu adalah pengalaman pertamaku dengan ibu tiriku, dan tentu saja bukan yang terakhir. Setiap ada waktu, Mama Winda dengan semangat mengirim SMS dan aku segera datang memenuhi hasrat binal ibu tiriku. Bahkan saking ‘ngebetnya’, pernah Mama Winda mengajak aku bertemu di luar rumah karena ada Bapak di rumah. Bagaimana kisahnya? Nantikan edisi berikutnya. Petualanganku juga tak berhenti pada Mama Winda, karena aku masih punya satu ibu tiri di Jakarta, Mama Lela, yang juga tak kalah montok dengan Mama Winda.

Mama Winda dan aku jadi ketagihan melakukan hubungan seks. SMS pertama dari Mama Winda menjadi sesuatu banget buatku.

Sialnya, sudah sebulan sejak permainan tabu pertama kami, Mama Winda belum SMS juga. Penyebabnya tentu saja keberadaan Bapak di Yogya dan sms pertama justru datang dari Bapakku yang menyuruhku main ke rumah.

Hari Jumat sore aku meluncur dari kos ke rumah Mama Winda atas instruksi Bapak. Dia tidak tahu kalau "propertinya" di Yogya sudah aku jamah luar-dalam dan atas-bawah.

Seperti biasa, kedatanganku disambut oleh adik tiriku yang selalu senang denganku karena aku selalu membawa oleh-oleh buatnya. Kemudian aku cium tangan Bapak yang sedang baca Koran di ruang tamu dan dengan jantung berdebar, aku kemudian mencari Mama Winda.

Ibu tiriku yang bahenol itu sedang di dapur merapikan meja makan. Dia mengenakan gaun rumah yang memperlihatkan kebesaran pantat dan dadanya. Semuanya masih terlihat kencang karena usianya memang baru 29 tahun.

"Eh, ada Mas kemal", seru Mama Winda berusaha 'biasa saja' dengan kehadiranku, tapi wajahnya begitu semringah, seperti seorang gadis yang lama menanti kekasihnya.

Ruang makan dan ruang tamu terhalang oleh sebuah tembok, sehingga aku yakin Bapak tidak akan bisa melihat ulahku di ruang makan, sementara adik tiriku masih di teras depan. Dengan gerakan tangan, aku mengajak Mama Winda ke sudut, dan sejenak kemudian aku sudah memeluk dan mencium ibu tiriku penuh nafsu.

Aku yang terbakar birahi seperti seorang pencuri melihat ke kiri dan ke kanan, kemudian karena merasa aman, aku mengangkat gaun ibu tiriku dan mendapatkan pahanya yang montok dan mulus serta celana dalam warna hitamnya.

"Gila kamu..." seru Mama Winda pelan dengan wajah takut, tapi dia sama sekali tak menolak, bahkan mempermudah gerakan tanganku yang memeloroti celana dalamnya. Sejenak kemudian celana dalam Mama Winda sudah berpindah ke tanganku dan kusimpan di dalam saku celana.

Kini giliran Mama Winda yang celingak-celinguk, dan setelah merasa aman, dia duduk di atas kursi makan, mengangkang, membuka lebar-lebar pahanya sehingga terpampang bukit kemaluannya yang ditumbuhi jembut lebat itu.

Aku pun segera bersimpuh, 'sungkem" di antara dua paha ibu tiriku. Sebagai wujud baktiku padanya, kucium dan kujilati bibir vaginanya yang terpampang indah di hadapanku. Begitulah kata pepatah: 'Surga ada di antara dua paha Ibu'

Nikmat sekali rasanya menjilati vagina ibu tiriku, begitu juga Ibu tiriku yang wajahnya langsung berubah mesum dan nafasnya tersengal-sengal menahan birahi.
Permainan yang mendebarkan jantung itu berlangsung hanya sebentar karena kami mendengar adik tiriku masuk ke rumah. Jangan sampai dia berteriak:" Ih... Mas kemal kok jilatin pipis Mama...". Gawat urusannya, he3x...

Maka kami langsung berusaha normal kembali dan mencoba mengatur nafas yang sudah diburu birahi. Tentu saja Mama Winda sudah terlanjur no-panty alias gak pake celana dalam.

Aku masuk kamar dan merebahkan diri sambil berusaha menetralisir nafsu yang sudah sampai di ubun-ubun. Tapi ketika tanganku merogoh saku celana dan kudapatkan celana dalam hitam milik Mama Winda, aku langsung konak lagi dan menciumi celana dalam itu seakan mencium vaginanya.

Setelah mandi dan makan malam, aku mengobrol dengan Bapak di ruang tengah, ngobrol macam-macam, intinya meminta aku menjadi teladan buat adikku dan kuliah yang baik. Obrolan itu terasa sangat membosankan dan lama. Mataku celingak-celinguk mencari di mana ibu tiriku yang toge pasar itu. Rupanya dia sedang menemani anaknya di dalam kamar.

Bapak, seperti biasa, kuat mengobrol sampai malam. Baru sekitar jam 11 dia masuk kamar dan itupun tidak langsung tidur. Kudengar suara Mama Winda yang menyambut suaminya dan sesaat kemudian terdengar cekikikan Mama Winda. 'Sial... ladangku digarap Bapak...' gerutuku dalam hati.

Dengan gontai aku masuk kamar, mengusir bayangan tubuh telanjang Mama Winda yang sedang digerayangi Bapak. Pasti Bapak sedang asyik 'nyusu', sial....

Aku pun tertidur dan entah jam berapa tiba-tiba aku mendengar suara pintuku dibuka.
Aku terbangun dan duduk di tepi kasur, kulihat Mama Winda masuk kamarku dengan sangat perlahan. Kulirik jam dinding, menunjukkan pukul 2 pagi.
"Mbak... ", seruku kaget bercampur girang.
"Ssstt... jangan berisik...", katanya dengan telunjuk di bibir sambil menutup pintu kamarku.
Bak kekasih yang lama tak berjumpa, kami berpelukan dan berciuman mesra.
Tubuh bahenolnya roboh mendorong tubuhku ke atas tempat tidur. Jelas kurasakan buah dada besarnya tanpa ditutup bra menindih dadaku. Tangaknku yang tadi memeluk pingganggnya turun ke pantat dan meremas pantat montok itu. Ternyata Mama Winda juga sudah tidak mengenakan celana dalam.

"Wah... gak pake daleman ya Mbak?"seruku girang.
"Sudah dicopot Bapakmu...", katanya pelan.
"Wah... bekas dong Mbak?" candaku dengan senyum.
"terus... kalau bekas, kamu gak mau?' balasnya.
"hi3x... mauuu... mau banget...", seruku sambil mencium bibirnya mesra campur nafsu, sementara tanganku asyik menggerayangi pantatnya yang bahenol.

Beberapa waktu kemudian, Mama Winda melucuti baju tidurnya sehingga tubuh montoknya berbugil ria di hadapanku. Buah dadanya yang sebesar papaya itu menantangku untuk segera 'nyusu'.

"sini... jangan ngiler gitu... sini nyusu sama Mama..." ajak Mama Winda sambil memegang puting susunya.
Sejenak kemudian aku sudah sibuk meremas buah dada dan mengulum puting susu ibu tiriku.

"Ssst... jangan berisik doong...", pinta Mama Winda ketika aku dengan nafsu melahap puting susunya sehingga mengeluarkan suara berdecak-decak.
"hi3x... habis besar banget..." balasku.
"Cepetan, kita langsung aja... keburu pagi..." pinta Mama Winda memelas," aku belum orgasme nih... Bapakmu sih keluarnya cepat banget".
"Oh.. oke Mbak... let's do it", ajakku,"Posisi apa?"
"Doggy aja ya... biar cepet...". Mama Winda segera pasang posisi, menungging dengan berpegang pada tepi tempat tidur. Pantatnya yang bahenol sangat menggodaku untuk segera melakukan eksekusi.

Aku segera melucuti pakaianku dan mengarahkan penis yang sudah mengeras sejak tadi ke arah kue apem yang menyembul di antara bongkahan pantat bahenolnya.
Sebelum melakukan penetrasi ke vaginanya, dengan nakal aku menempelkan ujung penisku pada anusnya yang tampak menantangku.
"Eh... bandel kamu, salah lubang... " protes Mama Winda.
"Hi3x... kata orang enak juga lho Mbak.." candaku.
"Masa bodo', aku pingin kamu masukin ke memek, titik.... Ayo..." serunya tak sabar.
Tanganku menjalar ke vaginanya dengan maksud untuk membelai agar proses penetrasi lebih mudah, namun ternyata liang vagina ibu tiriku sudah becek, entah becek cairan vagina atau becek bekas mani Bapakku. Peduli amat, pokoknya penisku segera meluncur kea rah liang nikmat itu.

"Blesss...", dengan mudah penisku memasuki kehangatna liang surgawi itu dan dengan irama "low impact" aku memompanya.

"Yess... ini baru kontol... kerasnya maksimal", lirih Mama Winda girang,"Punya bapakmu sudah loyo..."

Aku memompa vagina Mama Winda sambil meremas-remas pantat bahenolnya dan sekali-kali memukulnya gemas.

"Ukh... okh... kamu kira aku kuda apa?... yesss....", Mama Winda menikmati permainanku.
Aku meningkatkan irama permainanku diselingi dengan pijatan pada klitorisnya dengan tangan kiri, membuat Mama Winda semakin dekat dengan puncak birahinya.

"Okh.... Enak banget....okh.... yesss... sebentar lagi aku puas yaa...." Serunya pelan,"Kalau kamu mau semprot, semprot aja..."

"Enghhhh....okh...... Tekannnn...tekan kontolmu Kemal...", Mama Winda melejat-lejat dalam orgasmenya seiring dengan hujaman penisku ke dalam rahimnya. Birahiku yang sudah terbakar sejak sore juga tak mau melewatkan momen itu, dengan bantuan pijatan orgasme, maniku menyemprot ke dalam rahimnya, rahim ibu tiriku.

"Siip...saya semprot ya....", jeritku lirih.

Kami menikmati momen orgasme itu dengan sunyi, takut suara kami membangunkan macan yang sedang tidur di kamar sebelah.
Setelah orgasme kami berciuman dan tak berlama-lama Mama Winda segera mengenakan pakaiannya kembali dan dengan seyum puas meninggalkan kamarku. Akupun melepasnya dengan senyum kepuasan, dan melanjutkan tidurku dengan mimpi indah. Mimpi menikmati tubuh telanjang ibu tiriku besok pagi....

Dunia Togel

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

No comments:

Post a Comment